Kontroversi Ujaran Rasis Tekan Posisi Kanselir Jerman

kontroversi-ujaran-rasis-tekan-posisi-kanselir-jerman

Kontroversi Ujaran Rasis Tekan Posisi Kanselir Jerman. Pagi Rabu, 23 Oktober 2025, Berlin bergemuruh dengan ribuan demonstran yang mengecam Kanselir Jerman Friedrich Merz atas komentarnya yang dianggap rasis soal deportasi dan “pemandangan kota”. Di acara kampanye CDU di Potsdam pekan lalu, Merz sebut imigrasi tak terkendali ubah “pemandangan kota” menjadi ancaman, dengan nada yang soroti pria migran sebagai pelaku pelecehan seksual. Ucapan itu langsung picu badai kritik, dari aktivis hak asasi hingga oposisi yang sebutnya “rasis dan diskriminatif”. Merz, yang pimpin koalisi konservatif sejak pemilu Maret lalu, kini hadapi tekanan besar yang goyang posisinya. Ini bukan pertama kalinya isu imigrasi jadi bom waktu di Jerman—negara yang terima 1,2 juta pengungsi sejak 2015—tapi kontroversi kali ini lebih tajam, terutama saat AfD naik daun di polling. Bagi Merz, yang janji tegas soal deportasi, komentar ini bisa jadi bumerang politik di tengah ekonomi lesu dan pemilu Eropa mendatang. INFO CASINO

Komentar Merz yang Memprovokasi Badai Kritik: Kontroversi Ujaran Rasis Tekan Posisi Kanselir Jerman

Komentar Merz lahir dari pidato di Potsdam pada 18 Oktober, di mana ia bicara soal “pemandangan kota yang berubah” akibat imigrasi. “Di kota-kota besar, kita lihat pria dari Timur Tengah dan Afrika yang bikin jalanan tak aman, terutama bagi wanita,” katanya, sambil soroti kasus pelecehan di Berlin dan Hamburg. Ia tambah, “Kita harus deportasi cepat untuk pulihkan rasa aman.” Ucapan itu langsung viral, dengan klipnya ditonton jutaan kali di platform sosial. Kritikus sebut ini stereotip rasis yang implikasikan migran = kriminal, mirip retorika AfD yang Merz coba lawan. Wakil Kanselir dari Greens, Robert Habeck, sebut komentar itu “merendahkan dan menyakiti korban rasisme nyata”. Media seperti Der Spiegel sebut ini “slip of the tongue” yang ubah Merz dari pemimpin moderat jadi mirip ekstrem kanan. Dalam konteks Jerman pasca-2015, di mana imigrasi picu naiknya AfD ke 20 persen suara, komentar ini tekan posisi Merz yang janji deportasi 100 ribu migran tahun ini—tapi eksekusi lambat karena birokrasi.

Respons Masyarakat dan Oposisi yang Menggema: Kontroversi Ujaran Rasis Tekan Posisi Kanselir Jerman

Respons masyarakat langsung meledak: pada 20 Oktober, 5.000 orang demo di Berlin dengan spanduk “Rasisme Bukan Masalah Kota, Tapi Pemerintah”, tuntut Merz mundur. Aktivis seperti Kanak Attak, kelompok anti-rasisme, gelar aksi di depan Kancelrei, sebut komentar itu “trauma bagi migran generasi kedua”. Oposisi tak tinggal diam: SPD pimpin debat parlemen darurat pada 22 Oktober, di mana pemimpin mereka Lars Klingbeil sebut Merz “main api dengan AfD”. Greens dan FDP, mitra koalisi, tekan Merz minta maaf publik—yang ia lakukan via video singkat 21 Oktober, tapi tanpa tarik kata-kata, cuma sebut “maksud saya keamanan semua warga”. Polling internal CDU tunjukkan dukungan turun 8 poin di kota besar seperti Berlin dan Hamburg, di mana imigran 30 persen penduduk. Di media sosial, hashtag #MerzRassist capai 2 juta postingan, campur kritik dari selebriti seperti Jan Böhmermann yang sindir di acara TV. Respons ini ingatkan kontroversi serupa Merkel 2016, tapi kali ini lebih ganas karena AfD manfaatkan untuk naik polling.

Implikasi Politik bagi Merz dan Koalisi CDU

Kontroversi ini tekan posisi Merz secara langsung, goyang koalisi CDU-FDP yang baru tiga bulan berkuasa. Merz, yang menang pemilu tipis 32 persen, janji “Jerman aman” sebagai platform, tapi komentar ini bikin ia kelihatan lemah lawan AfD yang polling 18 persen. Analis politik sebut ini bisa picu krisis koalisi: FDP tuntut Merz mundur dari isu imigrasi, sementara CDU internal khawatir kehilangan pemilih moderat. Di tingkat Eropa, ini tambah beban Merz jelang pemilu Uni Eropa Juni 2026, di mana isu migrasi dominan. Implikasi lebih luas: Jerman, sebagai pemimpin UE, hadapi tuduhan hipokrit—dukung hak migran tapi retoris domestik keras. Merz coba balikkan dengan konferensi pers 23 Oktober, janji deportasi lebih cepat via kesepakatan Taliban, tapi itu malah picu kritik baru soal hak asasi. Bagi oposisi, ini peluang: SPD rencana mosi tidak percaya parsial jika Merz tak minta maaf tulus. Di tengah ekonomi stagnan dengan inflasi 2,5 persen, kontroversi ini bisa percepat penurunan dukungan Merz ke bawah 30 persen.

Kesimpulan

Kontroversi ujaran rasis Friedrich Merz soal deportasi dan “pemandangan kota” jadi badai politik yang tekan posisi Kanselir Jerman, di mana komentarnya picu demo massal dan kritik oposisi. Dari provokasi awal hingga implikasi koalisi yang goyah, ini soroti ketegangan imigrasi di Jerman pasca-2015. Merz coba selamatkan muka dengan janji keamanan, tapi tanpa maaf tulus, tekanan bisa eskalasi. Bagi Jerman, ini momen refleksi: retoris keras bisa untungkan AfD, tapi juga dorong dialog inklusif. Di akhirnya, kontroversi ini ingatkan bahwa kata-kata pemimpin tak cuma pidato—ia bentuk masa depan negara yang beragam. Merz punya waktu seminggu untuk balikkan narasi, atau posisinya makin rapuh.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *