Trump Sebut Hubungan Amerika Dengan China Sangat Kuat. Pada 24 November 2025, Presiden Amerika Serikat menyatakan bahwa hubungan dengan China “sangat kuat” setelah melakukan panggilan telepon dengan pemimpin China. Pernyataan ini muncul tak lama setelah pembicaraan pagi hari yang membahas berbagai isu krusial, termasuk perdagangan petani, penyelundupan fentanyl, dan konflik di Ukraina. Panggilan ini melanjutkan momentum dari pertemuan bilateral di Busan, Korea Selatan, pada Oktober lalu, di mana kedua pemimpin sepakat atas kerangka gencatan tarif perdagangan satu tahun. Meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam postingan presiden, pihak China menyoroti pembahasan mengenai Taiwan, dengan penekanan pada kembalinya pulau itu sebagai bagian integral dari tatanan dunia pasca-perang. Undangan saling berkunjung juga disepakati, dengan kunjungan ke Beijing direncanakan pada April 2026. Kejadian ini menandai babak baru dalam dinamika bilateral, di mana diplomasi tampak mengalahkan ketegangan sebelumnya, meski tantangan struktural tetap ada. REVIEW FILM
Isi Pembicaraan dan Pernyataan Positif: Trump Sebut Hubungan Amerika Dengan China Sangat Kuat
Panggilan telepon berlangsung selama sekitar 45 menit, mencakup topik luas yang mencerminkan prioritas bersama. Presiden Amerika menekankan kesepakatan baru untuk petani domestik, yang disebutnya sebagai “kesepakatan bagus dan sangat penting” yang akan semakin membaik. Ini merujuk pada komitmen China untuk meningkatkan impor produk pertanian Amerika, seperti kedelai dan daging sapi, sebagai bagian dari upaya menstabilkan rantai pasok global. Selain itu, kedua pemimpin membahas penanganan fentanyl, di mana Amerika menekan China untuk memperketat kontrol ekspor prekursor kimia yang menjadi akar masalah krisis opioid di Amerika. Dari sisi China, pemimpinnya menyatakan bahwa hubungan bilateral telah “menjaga lintasan stabil dan positif” sejak pertemuan Busan, dengan harapan kemajuan lebih lanjut. Pernyataan “hubungan sangat kuat” dari presiden, yang diposting di platform sosialnya, menjadi sorotan utama, menandakan optimisme yang kontras dengan retorika keras selama kampanye pemilu. Pembicaraan ini juga menyentuh isu global seperti perang Ukraina, di mana China mendorong penyelesaian akar masalah melalui dialog, sementara Amerika menekankan sanksi terhadap Rusia.
Konteks Pertemuan Sebelumnya di Busan: Trump Sebut Hubungan Amerika Dengan China Sangat Kuat
Panggilan ini bukanlah yang pertama, melainkan kelanjutan dari pertemuan tatap muka di pinggiran KTT Asia-Pasifik Ekonomi di Busan tiga minggu lalu. Saat itu, kedua pemimpin berjabat tangan dan sepakat atas gencatan tarif sementara, yang menghentikan eskalasi perang dagang yang sempat membebani ekonomi global senilai triliunan dolar. Pertemuan Busan dianggap sukses karena membuka pintu bagi negosiasi lebih dalam, termasuk kerjasama di bidang teknologi dan keamanan rantai pasok. Pemimpin China menyebutnya sebagai “kalibrasi arah” untuk hubungan bilateral, yang telah membentuk momentum positif meski ada friksi soal hak kekayaan intelektual dan subsidi industri. Di Busan, diskusi juga menyentuh isu regional, termasuk ketegangan di Laut China Selatan, di mana Amerika mendorong kebebasan navigasi. Hasilnya, kedua negara berkomitmen untuk mekanisme dialog rutin, yang kini diwujudkan melalui panggilan ini. Konteks ini menjelaskan mengapa pernyataan “sangat kuat” terdengar optimis: ia membangun atas fondasi yang baru saja diletakkan, meski tantangan seperti ketergantungan perdagangan tetap menjadi pedang bermata dua.
Implikasi Ekonomi dan Geopolitik
Pernyataan ini membawa implikasi luas bagi ekonomi global, di mana Amerika dan China menyumbang lebih dari 40 persen PDB dunia. Kesepakatan petani berpotensi menstabilkan harga komoditas, menguntungkan eksportir Amerika yang sempat rugi miliaran akibat tarif sebelumnya. Namun, dari sisi geopolitik, pembahasan Taiwan menambah lapisan kompleksitas: China menegaskan kembalinya pulau itu sebagai “bagian integral dari tatanan pasca-perang,” sementara Amerika menyatakan pemahaman atas sensitivitas isu tersebut tanpa mengubah komitmen pertahanan. Ini juga memengaruhi dinamika regional, terutama dengan Jepang, yang baru saja dikritik China atas komentar mengenai Taiwan, memanaskan hubungan Tokyo-Beijing. Secara lebih luas, panggilan ini bisa meredakan ketegangan di forum internasional seperti G20, di mana kerjasama soal iklim dan pandemi menjadi prioritas. Bagi Amerika, ini memperkuat posisi sebagai mitra dagang utama China, yang impornya mencapai ratusan miliar dolar tahunan. Namun, analis memperingatkan bahwa “kuat” tidak berarti bebas konflik; diversifikasi pasok dari China tetap menjadi agenda domestik Amerika untuk mengurangi risiko.
Kesimpulan
Pernyataan bahwa hubungan Amerika dengan China “sangat kuat” setelah panggilan 24 November 2025 menandai langkah maju dalam diplomasi bilateral, membangun atas kesepakatan Busan dan membuka peluang kerjasama lebih dalam di perdagangan, keamanan, dan isu global. Meski topik sensitif seperti Taiwan tetap menjadi bayang-bayang, momentum positif ini bisa menstabilkan ekonomi dunia di tengah ketidakpastian. Ke depan, kunjungan negara yang direncanakan akan menjadi ujian sejati, di mana kata-kata harus diikuti tindakan konkret. Bagi kedua negara, menjaga keseimbangan ini krusial: bukan hanya untuk kepentingan nasional, tapi juga untuk perdamaian regional yang rapuh. Pada akhirnya, hubungan “sangat kuat” ini mengingatkan bahwa di dunia saling terkait, dialog selalu lebih menguntungkan daripada konfrontasi.
