Rusia Mendukung Trump Untuk Dapatkan Nobel Perdamaian

rusia-mendukung-trump-untuk-dapatkan

Rusia Mendukung Trump Untuk Dapatkan Nobel Perdamaian. Tepat di pagi pengumuman Nobel Perdamaian 2025, Rusia membuat gebrakan yang mengejutkan dengan menyatakan dukungannya untuk Donald Trump sebagai penerima penghargaan bergengsi itu. Pernyataan dari juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, datang hanya beberapa jam sebelum Akademi Nobel Norwegia mengumumkan pemenang pukul 0900 GMT hari ini, 10 Oktober 2025. Dukungan ini lahir dari apresiasi Rusia atas peran Trump dalam mendorong gencatan senjata di Ukraina, di mana upaya diplomatik presiden AS itu disebut telah “membantu akhiri konflik yang berkepanjangan”. Di tengah ketegangan global yang masih tegang, langkah ini terasa seperti pesan campur aduk: pujian untuk perdamaian atau manuver politik? Trump, yang kini memimpin AS pasca-kemenangan pemilu 2024, pernah diusulkan untuk Nobel atas Abraham Accords pada 2020, tapi kali ini konteksnya lebih dekat dengan perang Rusia-Ukraina. Bagi pengamat, ini bukan sekadar endorsement, tapi sinyal bahwa Moskow lihat Trump sebagai mitra potensial di panggung dunia. BERITA TERKINI

Latar Belakang Dukungan Rusia terhadap Trump: Rusia Mendukung Trump Untuk Dapatkan Nobel Perdamaian

Rusia tak asing dengan narasi positif soal Trump. Sejak masa kepresidenan pertamanya (2017-2021), Trump sering disebut “ramah” oleh Kremlin karena sikapnya yang kritis terhadap NATO dan janji negosiasi langsung dengan Vladimir Putin. Tapi dukungan Nobel ini lebih spesifik: Peskov bilang Rusia “bersyukur atas upaya Trump akhiri perang Ukraina”, merujuk pada inisiatif AS di bawah Trump yang dorong dialog Moskow-Kyiv sejak awal 2025. Konflik Ukraina, yang meletus Maret 2022, sudah tewaskan puluhan ribu nyawa dan hancurkan ekonomi global; Trump, pasca-menang pemilu November 2024, langsung prioritaskan “deal perdamaian” sebagai janji kampanye, termasuk tawaran mediasi langsung dengan Putin.

Peskov, dalam konferensi pers kemarin, tegas bahwa Rusia akan “dukung nominasi Trump” jika ia layak, meski akui kemungkinan menang kecil. Ini bukan pertama kalinya; pada 2018, Rusia pernah usul Putin sendiri untuk Nobel atas “upaya anti-terorisme”, tapi ditolak. Kini, dengan Trump, ini terasa seperti balasan diplomatik atas sanksi Barat yang melunak di era Trump kedua. Analis bilang, dukungan ini juga strategi propaganda: tunjukkan bahwa Moskow punya sekutu di Gedung Putih, redam kritik internal soal perang Ukraina yang mandek.

Konteks Nominasi Trump dan Sejarah Nobel Perdamaian: Rusia Mendukung Trump Untuk Dapatkan Nobel Perdamaian

Nominasi Trump untuk Nobel bukan hal baru. Pada 2020, ia diusulkan atas Abraham Accords yang normalisasi hubungan Israel dengan UEA, Bahrain, dan Maroko—kesepakatan yang disebut “perdamaian abad ini”. Tapi komite Nobel, yang sering kontroversial, tolak karena dianggap lebih ke geopolitik daripada rekonsiliasi sejati. Kini, di 2025, nominasi Trump datang dari anggota parlemen Norwegia dan aktivis Ukraina yang lihat upayanya akhiri perang Rusia-Ukraina sebagai terobosan. Trump sendiri tak ajukan diri, tapi timnya sebut ini “penghargaan yang pantas” atas diplomasi yang selamatkan nyawa.

Sejarah Nobel Perdamaian penuh kejutan: dari Obama 2009 yang “harapan” hingga Gorbachev 1990 atas akhir Perang Dingin. Tapi dukungan Rusia ini unik—Kremlin jarang puji pemimpin Barat secara terbuka. Di tengah spekulasi pemenang hari ini, nama Trump muncul di daftar spekulatif bersama aktivis iklim dan mediator Ukraina. Meski peluangnya tipis, endorsement Rusia bisa naikkan profilnya, terutama di mata sekutu seperti Saudi dan Turki yang juga dorong perdamaian Ukraina. Ini juga ingatkan betapa politik campur aduk dengan perdamaian: Trump, yang pernah tuduh “puppet Rusia” oleh lawan politiknya, kini dapat anggukan dari Moskow.

Reaksi Global dan Implikasi Politik

Reaksi dunia langsung meledak. Di X (dulu Twitter), hashtag #TrumpNobel trending dengan meme campur antara ejekan dan dukungan, sementara Zelenskiy dari Ukraina bilang “terima kasih atas upaya, tapi perdamaian butuh komitmen penuh”. Di AS, Demokrat kritik ini sebagai “validasi Putin”, sementara Republikan puji sebagai bukti kebijakan Trump efektif. Eropa, khususnya Jerman dan Prancis, khawatir: dukungan Rusia bisa jebol sanksi UE jika Trump dorong normalisasi lebih lanjut.

Implikasinya luas. Jika Trump menang Nobel—meski tak mungkin hari ini—ini bisa kuatkan posisinya di pemilu midterm AS 2026, dan dorong kesepakatan Ukraina lebih cepat. Bagi Rusia, ini propaganda murah: tunjukkan konflik bukan salah mereka, tapi hasil diplomasi Trump. Tapi risikonya ada: jika pengumuman hari ini bukan Trump, dukungan Rusia bisa balik jadi bumerang, perkuat narasi “campur tangan asing”. Di Timur Tengah, ini ingatkan Abraham Accords yang masih rapuh, di mana perdamaian Trump-era jadi model untuk Ukraina. Secara keseluruhan, ini tambah lapisan kompleksitas di tahun politik global, di mana perdamaian sering jadi alat tawar-menawar.

Kesimpulan

Dukungan Rusia untuk Donald Trump di Nobel Perdamaian 2025 jadi cerita terkini yang campur aduk antara diplomasi dan drama geopolitik, tepat saat dunia tunggu pengumuman hari ini. Dari apresiasi atas upaya Ukraina hingga konteks nominasi yang kontroversial, langkah Kremlin ini soroti betapa rumitnya jalan menuju perdamaian di era Trump kedua. Reaksi global yang beragam tunjukkan implikasi luasnya, dari politik AS hingga dinamika Eropa-Timur. Meski peluang Trump menang kecil, momen ini ingatkan bahwa Nobel bukan cuma hadiah, tapi cermin dunia yang penuh kontradiksi. Bagi Trump, ini validasi; bagi Rusia, strategi pintar. Dan bagi kita, pengingat bahwa perdamaian sejati butuh lebih dari dukungan—ia butuh aksi nyata di tengah badai global.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *