Kasus Grup Facebook Fantasi Sedarah. Pada pertengahan Mei 2025, media sosial Indonesia dihebohkan oleh pengungkapan grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka”, yang memuat konten inses dan pornografi anak. Kasus ini mencuat setelah tangkapan layar percakapan grup yang mengarah pada penyimpangan seksual viral di platform X, memicu kemarahan publik dan sorotan tajam terhadap lemahnya pengawasan digital. Dengan ribuan anggota, grup ini menjadi bukti nyata ancaman konten ilegal di media sosial. Artikel ini mengulas kronologi kasus, tindakan hukum, dampak sosial, dan upaya pencegahan ke depan. berita bola
Kronologi Kasus
Kasus ini terungkap pada 14 Mei 2025, ketika warganet membagikan tangkapan layar konten grup “Fantasi Sedarah” di X, menunjukkan diskusi eksplisit tentang inses dan unggahan foto anak-anak yang diklaim sebagai keluarga anggota grup. Grup ini, yang dibuat pada Agustus 2024, memiliki sekitar 32.000 anggota. Penelusuran polisi juga menemukan grup serupa bernama “Suka Duka” dengan konten sejenis. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Meta segera memblokir grup tersebut pada 15 Mei 2025, setelah desakan publik. Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya kemudian melakukan operasi cepat, menangkap enam tersangka di Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu.
Tindakan Hukum dan Peran Tersangka
Enam tersangka, berinisial MR, DK, MS, MJ, MA, dan KA, ditangkap antara 17-20 Mei 2025. MR, pembuat dan admin grup “Fantasi Sedarah”, menyimpan 402 gambar dan 7 video pornografi anak di ponselnya untuk kepuasan pribadi dan berbagi dengan anggota. DK menjual konten serupa dengan harga Rp50.000 untuk 20 konten dan Rp100.000 untuk 40 konten. MS dan MJ, anggota aktif, membuat video asusila dengan anak, termasuk keponakan dan tetangga, sementara MJ juga buronan Polresta Bengkulu atas kasus pencabulan. MA dan KA mengunduh dan menyebarkan ulang konten pornografi di grup “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka”. Para tersangka dijerat pasal berlapis UU ITE, UU Pornografi, dan UU Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Dampak Sosial dan Korban: Kasus Grup Facebook Fantasi Sedarah
Kasus ini mengidentifikasi empat korban, tiga di antaranya anak-anak berusia 8 dan 12 tahun, serta satu dewasa berusia 21 tahun, yang merupakan kerabat tersangka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kasus ini sebagai puncak gunung es dari kekerasan seksual oleh orang terdekat. Pakar anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Holy Ichda Wahyuni, menyoroti erosi ruang aman anak di rumah akibat konten semacam ini. Diskusi di X (22 Mei 2025) mencerminkan kemarahan publik terhadap Meta atas lemahnya pengawasan platform, dengan banyak yang menuntut efek jera bagi pelaku.
Respons Pemerintah dan Platform
Kementerian PPPA berkoordinasi dengan Bareskrim untuk mempercepat penegakan hukum, menekankan perlunya perlindungan anak dari konten menyimpang. Kementerian Komdigi, melalui Alexander Sabar, menyatakan bahwa grup ini melanggar hak anak dan telah meminta Meta untuk memperketat algoritma pengawasan. Meta menghapus grup tersebut, tetapi kritik tetap mengalir karena kemudahan pembuatan akun baru. Polisi masih mendalami potensi tersangka baru dan grup serupa, termasuk 144 grup Telegram yang terkait.
Upaya Pencegahan ke Depan
Untuk mencegah kasus serupa, KPAI mendorong patroli siber yang lebih intensif dan edukasi digital bagi masyarakat. Pemerintah diminta memperkuat regulasi platform digital dan menegakkan hukum secara konsisten. Publik diimbau untuk melapor konten mencurigakan dan mengawasi anak-anak dari paparan media sosial. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya literasi digital dan tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang maya yang aman.
Penutup: Kasus Grup Facebook Fantasi Sedarah
Kasus grup “Fantasi Sedarah” mengguncang masyarakat Indonesia, mengungkap sisi kelam dunia digital. Dengan penangkapan enam tersangka dan identifikasi korban, penegakan hukum menjadi langkah awal untuk memberi efek jera. Namun, tantangan besar tetap ada: memperkuat pengawasan digital, melindungi anak, dan memastikan platform seperti Meta bertanggung jawab. Kasus ini adalah panggilan untuk tindakan kolektif agar ruang digital menjadi tempat yang aman bagi semua, terutama generasi muda.