Israel Ancam Hamas: Apakah Akan Tempur di Gaza Lagi? Ketegangan di Gaza kembali memuncak setelah kesepakatan gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas mulai goyah. Pada 16 Oktober 2025, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan ancaman tegas: jika Hamas tak patuhi kesepakatan pembebasan jenazah sandera, Israel siap batasi bantuan kemanusiaan dan reoccupy bagian wilayah Gaza. Pernyataan ini datang saat Hamas serahkan sembilan jenazah sandera Israel, tapi tuduhan pelanggaran dari kedua pihak makin memanas. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump ikut angkat suara, klarifikasi ancamannya untuk “bunuh” anggota Hamas sebagai bagian dari rencana damai. Di tengah proses tukar jenazah yang lambat, pertanyaan besar muncul: apakah tempur di Gaza bakal nyala lagi? Dengan 19 jenazah sandera tersisa, situasi ini jadi ujian rapuhnya perdamaian pasca-gencatan senjata. Apa yang sebenarnya terjadi, dan implikasinya? BERITA TERKINI
Ancaman Israel: Batas Bantuan dan Potensi Reoccupasi: Israel Ancam Hamas: Apakah Akan Tempur di Gaza Lagi?
Israel tak main-main dengan ultimatumnya. Netanyahu bilang pasukan IDF siap “kembali bertempur” jika Hamas tunda serah terima jenazah, khususnya 19 korban yang ditemukan di terowongan Gaza Utara. Ancaman ini termasuk potong bantuan kemanusiaan melalui Rafah crossing, yang selama gencatan senjata biarkan masuk 500 truk makanan dan obat-obatan per hari. IDF klaim Hamas sengaja tunda proses untuk picu kekacauan sipil di Gaza, di mana kelaparan sudah klaim 50 nyawa sejak Oktober lalu.
Latar belakang ancaman ini rumit: gencatan senjata Oktober 2024 janji tukar 50 jenazah sandera dengan 100 tahanan Palestina, tapi baru sembilan yang diserahkan. Israel tuduh Hamas manipulasi jenazah untuk propaganda, sementara Hamas balas tuduh IDF bombardir zona aman. Netanyahu, yang hadapi tekanan domestik soal keamanan, lihat reoccupasi sebagai cara tegas—mungkin ambil alih 20 persen Gaza Utara lagi, seperti operasi Mei lalu. Analis bilang ini strategi tekanan: batasi bantuan bisa picu krisis Gaza, paksa Hamas patuh tanpa perang terbuka. Tapi risiko tinggi—reoccupasi berarti korban sipil naik, dan dukungan internasional untuk Israel bisa pudar.
Respons Hamas: Tuduhan Pelanggaran dan Serah Terima Jenazah: Israel Ancam Hamas: Apakah Akan Tempur di Gaza Lagi?
Hamas tak tinggal diam; kelompok itu tuduh Israel langgar gencatan senjata dengan serangan drone di Rafah, yang klaim 10 nyawa warga sipil. Serah terima sembilan jenazah sandera pada 15 Oktober jadi langkah balasan, tapi Hamas bilang proses lambat karena “kondisi lapangan sulit”—reruntuhan Gaza Utara penuh puing, dan identifikasi DNA butuh waktu. Sumber Hamas klaim jenazah rusak parah akibat bombardir IDF, bikin ekstraksi berisiko.
Kelompok ini juga tuntut jaminan lebih: tukar jenazah dengan tahanan politik, termasuk 200 warga Palestina yang ditahan tanpa dakwa. Tuduhan pelanggaran ini jadi alat propaganda—Hamas sebar video jenazah untuk tunjukkan “kebiadaban Israel”, picu demo di Teheran dan Beirut. Di Gaza, Hamas perketat kontrol sipil untuk cegah kolaborator, tapi ini picu kekacauan internal: laporan bilang 30 warga Gaza tewas akibat bentrokan faksi. Respons Hamas tunjukkan strategi bertahan: tunda tapi patuh minimal, sambil tekan opini global. Jika Israel eksekusi ancaman, Hamas siap balas dengan roket dari Lebanon, eskalasi yang bisa libatkan Hezbollah.
Klarifikasi Trump: Ancaman “Bunuh” Hamas dan Rencana Damai
Presiden AS Donald Trump ikut campur dengan klarifikasi ancamannya untuk “bunuh” anggota Hamas, yang ia sebut “langkah akhir” dalam rencana 20 poin damai Gaza. Pada 17 Oktober, Trump bilang pernyataan itu “untuk tekan Hamas patuh gencatan senjata”, bukan panggilan genosida—tapi tetap picu kontroversi di PBB. Rencana Trump, yang diterima Israel tapi ragu Hamas, janji “Gaza bebas senjata” dengan bantuan AS 10 miliar dolar untuk rekonstruksi, tapi syarat: Hamas dibubarkan total.
Klarifikasi ini datang saat utusan Trump, Steve Witkoff, bertemu Qatar untuk mediasi—ia tekankan “damai jangka panjang butuh Gaza makmur, bukan teror”. Tapi Hamas tolak, sebut rencana itu “penjajahan baru”. Trump, yang kritik Netanyahu soal “terlalu lambat”, lihat ancaman sebagai cara paksa kesepakatan. Implikasinya: AS bisa potong bantuan militer Israel 3 miliar dolar jika tempur nyala lagi, tapi juga tekan Hamas via sanksi Qatar. Klarifikasi ini tunjukkan dinamika AS-Israel: sekutu tapi tegang, dengan Trump dorong “deal abad ini” sebelum akhir masa jabatan.
Kesimpulan
Ancaman Israel ke Hamas soal tempur Gaza lagi adalah ujian rapuhnya gencatan senjata yang baru lahir. Dari ultimatum batasi bantuan Netanyahu, tuduhan pelanggaran Hamas, hingga klarifikasi Trump yang campur aduk, semuanya tunjukkan perdamaian Gaza masih tipis. Dengan 19 jenazah sandera tersisa dan risiko eskalasi, tekanan global naik—PBB tuntut mediasi netral. Bagi Israel, ancaman ini strategi tekan; bagi Hamas, peluang propaganda. Trump beri harapan damai, tapi syaratnya keras. Saat November mendekat, dunia tunggu: apakah kesepakatan bertahan, atau Gaza nyala lagi? Satu hal pasti, konflik ini tak selesai—hanya ditunda.