Kabel Data di Laut AS-Asia Sedang Rentan Disabotase

kabel-data-di-laut-as-asia-sedang-rentan-disabotase

Kabel Data di Laut AS-Asia Sedang Rentan Disabotase. Pada 3 Desember 2025, kekhawatiran global soal keamanan infrastruktur digital memuncak setelah laporan terbaru dari lembaga intelijen AS dan sekutunya soroti kerentanan kabel data bawah laut di rute AS-Asia. Kabel-kabel ini, yang bawa 99 persen lalu lintas internet global, rentan disabotase oleh aktor negara seperti China dan Rusia, yang kembangkan teknologi pemotong khusus. Sejak 2022, setidaknya 10 kabel terputus, termasuk tujuh insiden antara November 2024 dan Januari 2025 di berbagai lautan, dengan jejak kapal Rusia dan China sering muncul sebagai tersangka. Di Pasifik, rute utama seperti yang hubungkan California ke Jepang dan Taiwan jadi hotspot, karena lalu lintas data AI dan perdagangan digital meledak. Laporan dari Komisi Keamanan Ekonomi AS-China sebut Beijing gunakan pemotongan kabel sebagai taktik tekanan abu-abu, sementara Rusia tunjukkan minat serupa di Baltik. Ini bukan cuma soal koneksi; sabotase bisa lumpuhkan ekonomi regional dalam hitungan jam. INFO CASINO

Kerusakan Terkini: Serangkaian Insiden yang Mengkhawatirkan: Kabel Data di Laut AS-Asia Sedang Rentan Disabotase

Sejak akhir 2024, insiden pemotongan kabel bawah laut melonjak, dengan lima kasus di sekitar Taiwan dan empat di Baltik yang libatkan kapal Rusia atau China. Di rute AS-Asia, kabel seperti yang hubungkan Los Angeles ke Tokyo terdeteksi anomali pada Februari 2025, di mana kapal nelayan China dilaporkan tarik jangkar dekat titik pendaratan. Studi Universitas Washington di Seattle catat 10 pemutusan sejak 2022, termasuk yang ganggu lalu lintas data ke Asia Tenggara.

Bukan cuma kecelakaan; jejak jangkar atau pergerakan kapal mencurigakan tunjukkan pola sengaja. Di Red Sea, tiga kabel putus pada 2024-2025, rugikan lalu lintas Asia-Eropa, sementara di Afrika Barat dan Selatan, kerusakan serupa picu pemadaman internet berminggu-minggu. Di Pasifik, kerentanan lebih tinggi karena kabel rentan di perairan dangkal dekat pantai, di mana 90 persen lalu lintas data Asia lewat 14 kabel di lepas pantai Yaman. Laporan Recorded Future sebut geopolitik seperti konflik Ukraina dan tekanan China ke Taiwan jadi pendorong utama, dengan kapal pengintai sering muncul di zona rawan.

Ancaman Negara: China dan Rusia sebagai Pelaku Utama: Kabel Data di Laut AS-Asia Sedang Rentan Disabotase

China dan Rusia jadi aktor utama di balik ancaman ini. Laporan Komisi AS-China sebut Beijing kembangkan teknologi pemotong kabel untuk perang potensial, gunakan sebagai tekanan abu-abu—seperti pemutusan misterius PEACE cable di Teluk Suez awal 2025. Rusia, pasca-invasi Ukraina, tunjukkan minat serupa; empat insiden di Baltik 2024-2025 libatkan kapal Rusia dengan kepemilikan samar, meski tak terbukti sengaja.

Di Asia Timur, Korea Selatan rentan karena tujuh dari sembilan kabelnya lewat rute sempit, mudah disabotase badai atau kapal. Jepang dan Taiwan tingkatkan patroli, tapi tantangan hukum rumit: di zona ekonomi eksklusif, perbaikan butuh izin negara lain, yang bisa ditunda berbulan-bulan. Ahli dari Kiel University bilang sabotase tak butuh kapal canggih—cukup tarik jangkar di dasar laut untuk putuskan kabel. Ini ancam AI masa depan Asia, di mana lalu lintas data meledak, tapi infrastruktur “lay it and forget it” tak siap hadapi aktor jahat.

Upaya Pencegahan: Aliansi dan Teknologi Baru

Negara-negara mulai gerak cepat. Jepang, AS, dan sekutu rencanakan eliminasi perusahaan China dari proyek kabel jika investor AS ikut, seperti kesepakatan Micronesia 2023. Taiwan pasang robot bawah air untuk pantau ancaman Rusia-style, sementara UE kembangkan kapal perbaikan khusus. AS tambah kapal selam pengawas untuk lindungi rute trans-Pasifik, tapi laporan Bulletin of the Atomic Scientists sebut negara-negara “bertahun-tahun tertinggal”—hanya empat perusahaan global yang produksi kabel, termasuk dua dari China dan AS.

Di Asia, Korea Selatan cari kerangka kebijakan baru, sementara Jepang koordinasi regional untuk kurangi downtime. Tapi tantangan tetap: perbaikan butuh kapal khusus yang langka, dan downtime bisa sampe berminggu-minggu di zona redundansi rendah seperti Afrika Selatan. Aliansi seperti QUAD dorong diversifikasi rute, tapi biaya tinggi—satu kabel baru butuh miliaran dolar.

Kesimpulan

Kerentanan kabel data bawah laut AS-Asia terhadap sabotase jadi isu mendesak di akhir 2025, dengan insiden melonjak dan China-Rusia sebagai ancaman utama. Dari kerusakan terkini hingga upaya pencegahan lewat aliansi, ini ujian bagi infrastruktur digital global yang bawa 99 persen data. Hingga Desember ini, dengan lalu lintas AI meledak, negara-negara harus percepat investasi—bukan cuma pantau, tapi bangun redundansi. Sabotase tak lagi fiksi; ia risiko nyata yang bisa lumpuhkan ekonomi. Pasifik tunggu aksi tegas, sebelum satu tarikan jangkar ubah segalanya.

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *