Bayi Laki-laki di Gaza Tewas Kelaparan. Tragedi menyayat hati terjadi di Gaza pada 23 Juli 2025, saat seorang bayi laki-laki berusia enam minggu meninggal dunia akibat kelaparan di Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza. Bayi bernama Yousef ini jadi salah satu korban krisis kemanusiaan yang makin parah di tengah konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Asap perang, blokade ketat, dan minimnya bantuan membuat warga Gaza, terutama anak-anak, berjuang untuk bertahan hidup. Kematian Yousef bikin dunia bertanya: apa penyebabnya, wajar nggak sih ini terjadi di masa perang, dan apa solusi buat akhiri penderitaan ini? Yuk, kita ulas satu per satu. BERITA LAINNYA
Penyebab Kematian Bayi Tersebut
Kematian Yousef dipicu oleh kelaparan akut karena keluarganya nggak bisa dapatkan susu formula. Harga susu di Gaza melonjak hingga 100 dolar AS per botol, setara Rp1,6 juta, karena pasokan makanan terhambat blokade Israel sejak Maret 2025. Meski blokade sempat dilonggarkan pada Mei, bantuan yang masuk masih jauh dari cukup. Rumah Sakit Al-Shifa melaporkan 15 kematian akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir, termasuk Yousef. Ibu-ibu di Gaza, termasuk ibu Yousef, kesulitan menyusui karena mereka sendiri kekurangan gizi. Minimnya air bersih dan sanitasi juga bikin kondisi makin buruk, dengan 600 ribu orang, termasuk 60 ribu ibu hamil, alami malnutrisi. Yousef, dengan tubuh kecilnya yang cuma tersisa tulang, nggak kuat bertahan di tengah krisis ini.
Apakah Ini Hal Yang Wajar Saat Perang: Bayi Laki-laki di Gaza Tewas Kelaparan
Kematian bayi akibat kelaparan di masa perang bukan hal yang bisa dianggap wajar, meski sering terjadi. Konflik Israel-Palestina, yang memanas sejak serangan Hamas pada Oktober 2023, bikin Gaza kehilangan akses ke makanan, air, dan obat-obatan. Israel memberlakukan blokade ketat, batasi truk bantuan dari 500 per hari sebelum perang jadi cuma 100 truk, itupun sering tertahan di perbatasan. Akibatnya, 2,3 juta warga Gaza hidup di ambang kelaparan, dengan 80 anak, termasuk Yousef, meninggal akibat malnutrisi sejak Oktober 2023. Perang memang bikin krisis, tapi kelaparan sistematis ini dianggap banyak pihak sebagai pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, apalagi ketika bantuan sengaja dihambat.
Solusi Tentang Perang Antara Gaza dan Israel
Penyelesaian krisis ini butuh langkah besar. Pertama, gencatan senjata permanen harus diutamakan biar bantuan kemanusiaan bisa masuk tanpa hambatan. PBB udah desak Israel buka jalur bantuan, termasuk lewat UNRWA, yang punya stok makanan cukup tapi terhambat distribusinya. Kedua, dunia internasional, termasuk Indonesia, bisa dorong tekanan diplomatik lewat forum seperti DK PBB buat hentikan blokade dan serangan. Ketiga, bantuan darurat, seperti susu formula dan makanan bergizi, perlu segera dikirim ke rumah sakit dan kamp pengungsi. Jangka panjang, negosiasi damai yang melibatkan kedua belah pihak, dengan mediator netral, bisa kurangi konflik dan pastiin kebutuhan dasar warga Gaza terpenuhi. Hamas juga harus hentikan serangan agar situasi nggak makin runyam.
Kesimpulan: Bayi Laki-laki di Gaza Tewas Kelaparan
Kematian bayi Yousef di Gaza jadi cerminan buruknya krisis kemanusiaan akibat perang dan blokade. Kelaparan yang merenggut nyawa anak-anak nggak bisa diterima sebagai “dampak wajar” konflik, apalagi ketika bantuan sengaja dihambat. Dengan 2,3 juta warga Gaza terjebak dalam “pertunjukan horor” kelaparan dan pemboman, dunia nggak bisa cuma diam. Gencatan senjata, bantuan darurat, dan tekanan diplomatik jadi langkah krusial buat selamatin nyawa, terutama anak-anak. Tragedi Yousef harus jadi alarm buat semua pihak: kalau nggak ada tindakan nyata, lebih banyak nyawa tak berdosa bakal hilang. Semoga dunia bergerak cepat sebelum Gaza kehilangan lebih banyak lagi anak-anaknya.