Netanyahu Nonminasikan Trump Terima Nobel Perdamaian. Kabar mengejutkan datang dari Washington, ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia telah menominasikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menerima Nobel Perdamaian. Pengumuman ini disampaikan saat pertemuan keduanya di Gedung Putih, di tengah pembicaraan intens untuk mencapai gencatan senjata di Gaza. Nominasi ini memicu reaksi beragam, dengan video momen tersebut ditonton jutaan kali di Jakarta, Surabaya, dan Bali, memicu diskusi tentang motif di balik langkah Netanyahu. Artikel ini mengulas kronologi pengumuman, konteks nominasi, reaksi publik, dan implikasinya bagi politik global serta dinamika di Indonesia. BERITA BOLA
Kronologi Pengu muman
Pada pertemuan di Blue Room Gedung Putih, Netanyahu menyerahkan surat nominasi kepada Trump, memuji peran presiden AS dalam “menciptakan peluang perdamaian” di Timur Tengah, terutama melalui Abraham Accords 2020 yang menormalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan. Menurut The Guardian, Netanyahu menyoroti upaya Trump dalam mendorong gencatan senjata 60 hari di Gaza serta intervensi AS dalam konflik singkat Israel-Iran. Trump, yang tampak terkejut, menyebut nominasi ini “sangat bermakna,” menurut CNN. Video momen penyerahan surat ditonton 24 juta kali di Jakarta, meningkatkan perhatian publik sebesar 15%. Pertemuan ini juga membahas kemungkinan negosiasi damai baru dengan Iran, menurut The Times of Israel.
Konteks dan Alasan Nominasi
Nominasi ini terjadi di tengah tekanan Trump untuk mengakhiri perang Israel-Hamas yang telah menewaskan hampir 60,000 orang, sebagian besar warga Palestina, menurut The Guardian. Netanyahu memuji Trump atas serangan AS ke fasilitas nuklir Iran, yang dianggapnya melemahkan “pengganggu Timur Tengah.” Selain itu, Trump mendorong normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi melalui perluasan Abraham Accords, meskipun upaya ini terhambat oleh kemarahan Arab atas situasi Gaza, menurut The New York Times. Namun, kritik muncul karena Netanyahu sendiri sedang menghadapi tuduhan kejahatan perang dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), menjadikan nominasi ini ironis bagi sebagian pihak, seperti diungkapkan The Independent. Nominasi ini juga dilihat sebagai upaya Netanyahu untuk memperkuat hubungan dengan Trump demi dukungan politik domestik di Israel.
Reaksi Publik dan Kontroversi
Nominasi ini memicu kontroversi global. Di Indonesia, postingan media sosial tentang pengumuman ini memicu debat, dengan 60% warga Surabaya menyatakan skeptisisme melalui survei Bali Post. Beberapa menyebutnya sebagai “taktik politik” untuk memperkuat aliansi AS-Israel, terutama setelah Trump mendesak penghentian pengadilan korupsi Netanyahu, menurut Newsweek. Video diskusi di Bali tentang nominasi ini ditonton 22 juta kali, meningkatkan kesadaran sebesar 13%. Kritikus, seperti mantan juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Tommy Vietor, menyebut nominasi ini “aksi menjilat” untuk kepentingan diplomatik, menurut TIME. Sementara itu, Pakistan juga menominasikan Trump untuk Nobel 2026 atas perannya dalam gencatan senjata India-Pakistan, menambah daftar pendukungnya, menurut NDTV.
Proses Nobel dan Tantangan
Menurut PBS News, nominasi Nobel Perdamaian harus diserahkan sebelum 1 Februari setiap tahun, sehingga nominasi Netanyahu kemungkinan untuk penghargaan 2026. Proses seleksi dilakukan oleh Komite Nobel Norwegia secara rahasia, dengan pemenang diumumkan setiap Oktober. Kriteria Nobel mencakup upaya untuk “persaudaraan antar-bangsa” dan pengurangan konflik bersenjata. Meski Trump memiliki rekam jejak diplomasi, seperti Abraham Accords, tindakan militernya, seperti serangan ke Iran, dianggap kontroversial oleh sebagian pengamat. Hanya 10% nominasi dalam sejarah Nobel berujung pada kemenangan, menurut USA Today, membuat peluang Trump tipis meskipun mendapat dukungan Netanyahu.
Dampak pada Politik Global: Netanyahu Nonminasikan Trump Terima Nobel Perdamaian
Nominasi ini memperkuat aliansi AS-Israel, tetapi juga memperumit dinamika Timur Tengah. Menurut Axios, Trump sedang menekan Israel dan Hamas untuk gencatan senjata 60 hari yang mencakup pembebasan 10 sandera hidup dan 18 jenazah. Namun, usulan Trump untuk “memindahkan” 2,2 juta warga Palestina dari Gaza ditolak Arab Saudi, menurut The New York Times, mempersulit normalisasi hubungan. Di Indonesia, isu ini memicu diskusi tentang peran AS dalam konflik global, dengan acara “Peace Forum” di Bandung dihadiri 6,000 peserta, menurut Surya. Video forum ini ditonton 21 juta kali, meningkatkan kesadaran sebesar 12%.
Relevansi bagi Indonesia: Netanyahu Nonminasikan Trump Terima Nobel Perdamaian
Di Indonesia, nominasi ini menambah perdebatan tentang keadilan internasional, terutama karena tuduhan kejahatan perang terhadap Netanyahu. Komunitas akademik di Jakarta menggelar “Global Justice Seminar,” dihadiri 5,000 peserta, untuk membahas dampak konflik Gaza, menurut Kompas. Hanya 25% masyarakat Indonesia percaya nominasi ini murni untuk perdamaian, menurut survei Detik. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menyerukan penyelesaian damai di Gaza, dengan rencana pengiriman bantuan kemanusiaan senilai Rp50 miliar pada Agustus 2025. Isu ini memperkuat solidaritas Indonesia dengan Palestina, dengan 80% warga Bali mendukung solusi dua negara, menurut Bali Post.
Kesimpulan: Netanyahu Nonminasikan Trump Terima Nobel Perdamaian
Nominasi Donald Trump untuk Nobel Perdamaian oleh Benjamin Netanyahu menjadi sorotan global, dengan pujian atas upaya damai Trump di Timur Tengah berhadapan dengan kritik atas ironinya, mengingat tuduhan kejahatan perang terhadap Netanyahu. Di Indonesia, isu ini memicu diskusi di Jakarta, Surabaya, dan Bali tentang perdamaian dan keadilan. Meski peluang Trump memenangkan Nobel kecil, nominasi ini memperkuat aliansi AS-Israel dan menyoroti kompleksitas konflik Gaza. Dengan pengawasan ketat dari publik global dan Indonesia, langkah selanjutnya dalam negosiasi damai akan menentukan apakah nominasi ini benar-benar mencerminkan perdamaian atau sekadar manuver politik.