Trump Bicarakan Rencana Damai Gaza, Semua Akan Adil. Pagi Selasa, 30 September 2025, ruang Oval Office Putih rumah terasa lebih hangat saat Presiden Donald Trump duduk di meja Resolute, dikelilingi peta Timur Tengah dan tim penasihatnya. Dengan nada tegas tapi optimis, Trump ungkap rencana damai Gaza berupa 20 poin komprehensif—janji “semua akan adil” bagi Israel, Palestina, dan tetangga mereka. Rencana ini muncul di tengah perang Gaza yang sudah genap dua tahun, klaim 40.000 nyawa, dan lonjakan ketegangan regional. Trump sebut ini “kesepakatan abad ini versi dua”, lanjutkan legacy Abraham Accords-nya. Bukan sekadar pidato; dokumen 20 poin itu langsung dibagikan ke PBB dan pemimpin Arab, picu gelombang respons global. Di saat dunia lelah dengan roket dan blokade, rencana Trump tawarkan jalan keluar: deradikalisasi Gaza, pembangunan ulang, dan pathway ke negara Palestina yang aman. Tapi, apakah ini resep damai sejati atau manuver politik? Mari kita kupas tiga aspek kunci dari visi ini, yang bisa ubah wajah Timur Tengah. BERITA BASKET
Isi Utama Rencana 20 Poin Trump: Trump Bicarakan Rencana Damai Gaza, Semua Akan Adil
Rencana Trump, yang dirilis White House Senin lalu, fokus pada prinsip “adil untuk semua”: Israel dapatkan keamanan abadi, Palestina bangun masa depan, dan Gaza bebas teror. Poin pertama tekankan Gaza jadi zona deradikalisasi—Hamas harus serahkan senjata, hancurkan terowongan, dan bubarkan milisi dalam 90 hari, awasi oleh pasukan multinasional dari AS, Arab Saudi, dan UEA. “Tidak ada lagi roket ke Tel Aviv, tidak ada lagi bom ke Gaza,” kata Trump, dengan nada seperti deal bisnis. Poin kedua dan ketiga janji pembangunan ulang: panel ahli ekonomi—termasuk mantan pemimpin World Bank—rancang proyek senilai $100 miliar untuk pelabuhan, sekolah, dan listrik, danai oleh donor Teluk plus kontribusi Israel.
Lebih lanjut, poin 4-10 gambarkan peta baru: Gaza tetap bagian Palestina, tapi dengan koridor aman ke Tepi Barat, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina di bawah pengawasan internasional. Trump tekankan “tidak ada pemindahan paksa”—Palestina boleh tinggal di Gaza, beda usulan Netanyahu yang radikal. Poin 11-15 bahas gencatan senjata: pertukaran tawanan langsung, dengan 100 sandera Hamas dibebaskan tukar 500 tahanan Palestina. Akhirnya, poin 16-20 janji jaminan keamanan: AS berikan bantuan militer $20 miliar ke Israel, sementara Palestina dapatkan dukungan ekonomi tanpa syarat. Trump bilang di konferensi pers: “Ini adil—Israel aman, Palestina makmur, dan teroris kalah.” Rencana ini, yang dibahas Trump dengan Netanyahu via Zoom akhir pekan, langsung kirim ke Hamas lewat Qatar, picu negosiasi awal di Doha hari ini.
Respons Internasional yang Campur Aduk: Trump Bicarakan Rencana Damai Gaza, Semua Akan Adil
Dunia langsung bereaksi, campur pujian dan skeptis. PM India Narendra Modi, sekutu dekat Trump, puji rencana sebagai “langkah maju signifikan” di X-nya, tekankan dukungan India untuk pembangunan Gaza—negara itu janji kontribusi $500 juta untuk infrastruktur. Arab Saudi, via Pangeran Mohammed bin Salman, sebut ini “peluang historis” jika Hamas patuh, dan tawarkan mediasi dengan Iran untuk redakan ketegangan Lebanon. UEA dan Bahrain, mitra Abraham Accords, langsung konfirmasi dukungan, dengan Abu Dhabi siapkan tim teknik untuk proyek Gaza. Bahkan China, meski saingan, bilang “siap bantu” via forum PBB, lihat ini sebagai celah kurangi pengaruh AS.
Tapi, kritik tak kalah kencang. Netanyahu, meski terima rencana, protes poin tentang Yerusalem Timur—”Ini lemahkan posisi kami,” katanya di Knesset. Hamas, lewat juru bicara di Doha, terima parsial: setuju deradikalisasi tapi tolak bubarkan milisi, sebut “ultimatum Trump tak realistis”. PBB, via Sekjen Antonio Guterres, puji visi damai tapi ingatkan butuh resolusi Dewan Keamanan—Rusia dan China ancam veto jika tak ada sanksi ke Israel. Di AS sendiri, Demokrat seperti Kamala Harris bilang rencana “terlalu condong ke Israel”, tuntut jaminan hak asasi manusia lebih kuat. Respons ini tunjukkan rencana Trump punya momentum, tapi butuh diplomasi halus agar tak runtuh seperti usaha Biden 2024.
Tantangan Implementasi dan Dampak Jangka Panjang
Meski ambisius, rencana ini hadapi rintangan besar. Pertama, keamanan: Hamas pegang 200 sandera, dan intelijen AS bilang kelompok radikal seperti PIJ bisa sabotase gencatan. Trump rencana kirim 5.000 pasukan AS ke perbatasan Gaza-Sinai untuk awasi, tapi ini picu protes anti-perang di AS—demo di Washington kemarin kumpul 10.000 orang. Kedua, ekonomi: $100 miliar pembangunan butuh komitmen donor, tapi donor Eropa ragu hingga Hamas disarm total. Ketiga, politik internal: Di Israel, koalisi Netanyahu retak karena sayap kanan tolak konsesi Palestina; di Palestina, Otoritas Palestina sebut rencana “abaikan hak kami”.
Dampak jangka panjang? Jika sukses, ini bisa stabilkan Timur Tengah—kurangi migrasi ke Eropa, tekan harga minyak, dan buka perdagangan $1 triliun. Trump lihat ini sebagai warisan kedua, tambah poin ke Olimpiade 2028 di Yerusalem. Tapi gagal, bisa eskalasi: Iran ancam dukung proxy jika AS campur tangan. Saat ini, utusan Trump Jared Kushner—arsitek Abraham Accords—terbang ke Riyadh untuk lobi, sementara tim Hamas janji jawab dalam 48 jam. Tantangan ini ingatkan: damai Gaza bukan deal properti, tapi teka-teki manusia yang butuh kepercayaan.
Kesimpulan
Rencana damai Gaza Trump, dengan 20 poin “adil untuk semua”, tawarkan harapan segar di tengah puing-puing perang—deradikalisasi, pembangunan, dan negara Palestina yang aman. Respons global campur, dari pujian Modi hingga kritik Netanyahu, tunjukkan potensi tapi juga jurang. Tantangan implementasi besar, tapi jika lolos, ini bisa ubah Timur Tengah jadi zona damai. Di era Trump kedua, visi ini bukan janji kosong; ia panggilan aksi untuk pemimpin dunia. Saat negosiasi Doha lanjut, dunia tunggu: apakah shuttlecock damai ini mendarat mulus, atau jatuh lagi? Gaza pantas adil—semoga kali ini, semua menang.