Pengakuan dari Pembakaran Pos Polisi di Makassar. Pada malam tanggal 29 Agustus 2025, kota Makassar, Sulawesi Selatan, dikejutkan oleh aksi pembakaran pos polisi di pertigaan Jalan AP Pettarani dan Jalan Sultan Alauddin, yang menjadi bagian dari gelombang demonstrasi besar-besaran. Aksi ini terkait dengan kemarahan masyarakat atas kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis polisi di Jakarta. Salah satu pelaku yang terlibat dalam pembakaran pos polisi akhirnya memberikan pengakuan yang mengungkap motif dan dinamika di balik insiden tersebut. Di mana letak pos polisi ini? Siapa sebenarnya pelaku pembakaran? Dan apa yang dikatakannya tentang aksi tersebut? Berikut ulasan lengkapnya berdasarkan fakta yang ada. BERITA BOLA
Dimana Posisi Letak dari Pos Polisi Ini
Pos polisi yang menjadi sasaran pembakaran terletak di pertigaan Jalan Andi Pangeran Pettarani dan Jalan Sultan Alauddin, sebuah lokasi strategis di pusat kota Makassar. Pos ini, yang dikenal sebagai Pos Polisi Lalu Lintas, berada di dekat Flyover Pettarani dan hanya beberapa ratus meter dari kampus Universitas Negeri Makassar (UNM). Kawasan ini merupakan salah satu simpul lalu lintas tersibuk di Makassar, menghubungkan area komersial dan pendidikan. Lokasinya yang terbuka dan mudah diakses menjadikannya titik kumpul massa selama demonstrasi. Pada malam kejadian, pos ini menjadi target karena dianggap sebagai simbol kehadiran polisi, yang saat itu sedang menjadi sorotan akibat insiden di Jakarta.
Siapakah Pelaku Sebenarnya dari Pembakaran Pos Tersebut
Berdasarkan penyelidikan Polda Sulawesi Selatan, salah satu pelaku utama yang terlibat dalam pembakaran pos polisi adalah seorang mahasiswa berusia 21 tahun, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama sepuluh orang lainnya pada 3 September 2025. Mahasiswa ini, yang identitasnya dirahasiakan untuk kepentingan penyelidikan, berasal dari salah satu universitas di Makassar dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Ia ditangkap setelah polisi melacak aktivitasnya melalui rekaman CCTV dan siaran langsung di media sosial, di mana ia terdeteksi memprovokasi massa melalui platform seperti TikTok. Selain mahasiswa ini, pelaku lain termasuk pelajar SMA, buruh harian, dan juru parkir, yang memiliki peran berbeda, mulai dari melempar batu hingga ikut membakar pos. Total, tiga tersangka terlibat dalam pembakaran di DPRD Sulsel, dan delapan lainnya di DPRD Kota Makassar serta pos polisi.
Apa yang Dia Katakan Tentang Pembakaran Tersebut
Dalam pengakuannya kepada penyidik Polda Sulsel, mahasiswa tersangka menyatakan bahwa aksi pembakaran bukanlah rencana awal, melainkan puncak dari kemarahan massa yang terprovokasi oleh situasi saat demonstrasi. Ia mengaku terbawa emosi setelah melihat ketegangan antara massa dan polisi di lokasi lain, terutama setelah gas air mata ditembakkan untuk membubarkan kerumunan. Menurutnya, pembakaran pos polisi terjadi secara spontan ketika sekelompok massa, termasuk dirinya, melemparkan benda-benda mudah terbakar ke pos setelah sebelumnya merusaknya dengan batu. Ia juga menyebut bahwa aksi ini dipicu oleh rasa solidaritas terhadap Affan Kurniawan, yang kematiannya memicu kemarahan luas di kalangan masyarakat. Namun, ia mengaku menyesal karena aksinya menyebabkan kerusakan fasilitas publik dan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp253,4 miliar akibat pembakaran di berbagai lokasi, termasuk DPRD Makassar. Ia kini menghadapi dakwaan berlapis, termasuk Pasal 187 KUHP tentang pembakaran, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Kesimpulan: Pengakuan dari Pembakaran Pos Polisi di Makassar
Pembakaran pos polisi di pertigaan Jalan AP Pettarani dan Sultan Alauddin pada 29 Agustus 2025 menjadi cerminan dari ketegangan sosial yang memuncak di Makassar. Lokasi pos yang strategis menjadikannya sasaran empuk bagi massa yang marah, dipimpin oleh seorang mahasiswa yang terbawa emosi dalam situasi kacau. Pengakuannya mengungkap bahwa aksi tersebut terjadi secara spontan, didorong oleh solidaritas dan kemarahan, meski berujung pada penyesalan atas kerusakan yang ditimbulkan. Insiden ini menggarisbawahi pentingnya dialog antara masyarakat dan aparat untuk mencegah eskalasi kekerasan dalam demonstrasi. Dengan penegakan hukum yang sedang berjalan, diharapkan kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar aspirasi dapat disampaikan secara damai tanpa merugikan fasilitas publik.