Banyak Warga Israel Ingin Perang Ini Segera Berakhir

banyak-warga-israel-ingin-perang-ini-segera-berakhir

Banyak Warga Israel Ingin Perang Ini Segera Berakhir. Hampir dua tahun sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 warga Israel dan memicu perang Gaza, kelelahan mulai merayap di masyarakat Israel. Survei terbaru pada akhir September 2025 menunjukkan 66% warga Israel yakin sudah waktunya hentikan pertempuran, naik dari 53% tahun lalu. Angka ini mencerminkan campuran trauma nasional, beban ekonomi, dan kerinduan akan normalitas, di tengah negosiasi intensif di Kairo yang didorong Presiden AS Donald Trump. Dengan korban jiwa Israel mencapai lebih dari 700 tentara dan puluhan sipil, plus 100 sandera masih ditahan, opini publik bergeser dari dendam awal ke prioritas perdamaian. Artikel ini kupas survei opini, demonstrasi jalanan, dan dinamika negosiasi—semua menandakan bahwa mayoritas Israel siap tutup babak berdarah ini. BERITA TERKINI

Hasil Survei Opini yang Menunjukkan Kelelahan Perang: Banyak Warga Israel Ingin Perang Ini Segera Berakhir

Survei Israel Democracy Institute (IDI) yang dirilis 29 September 2025 jadi pukulan telak bagi pemerintah Netanyahu: 66% responden sebut “waktunya berhenti bertempur”, dengan dukungan kuat untuk kesepakatan gencatan senjata tukar sandera. Ini naik tajam dari polling serupa tahun lalu, di mana hanya separuh yang setuju. Alasan utama? Kelelahan fisik dan emosional. Lebih dari 300.000 warga Israel masih mengungsi dari utara akibat ancaman Hezbollah, sementara ekonomi menyusut 2% tahun ini karena biaya perang melebihi 60 miliar shekel. Di kalangan Yahudi Israel, 70% dukung deal, meski 55% khawatir Hamas bangkit lagi—tapi prioritas jelas: pulangkan sandera dulu.

Survei lain dari Channel 12 TV menegaskan tren ini: 64% anggap Netanyahu harus mundur atas kegagalan 7 Oktober, entah sekarang (45%) atau pasca-perang (19%). Kelompok usia muda, di bawah 35 tahun, paling vokal—80% mereka ingin akhir cepat, didorong media sosial yang penuh cerita keluarga terpisah. Bahkan di kalangan sayap kanan, dukungan untuk lanjut perang turun ke 30%, karena biaya manusiawi terlalu tinggi. Fakta ini bukan sekadar angka; ia gambarkan masyarakat yang lelah, di mana parade tahunan 7 Oktober kini lebih banyak tuntut perdamaian daripada peringatan dendam. Di tengah ini, Trump tweet 6 Oktober: “Waktunya bergerak cepat, atau darah lebih banyak tumpah”—pesan yang resonan dengan sentimen Israel saat ini.

Demonstrasi Jalanan dan Tekanan pada Pemerintah: Banyak Warga Israel Ingin Perang Ini Segera Berakhir

Jalan-jalan Tel Aviv dan Yerusalem jadi saksi bisu gelombang protes terbesar sejak perang dimulai. Pada 5 Oktober 2025, ribuan berkumpul di sekitar Knesset, tuntut Netanyahu terima proposal gencatan senjata Hamas yang melibatkan pembebasan 50 sandera tukar tahanan Palestina. Kelompok Families Forum, mewakili kerabat sandera, pimpin aksi ini—mereka bilang, “Setiap hari tambah, nyawa hilang.” Protes ini tak lagi terbatas pada kiri; bahkan mantan menteri sayap kanan ikut, sebut perang “tak berkelanjutan” karena ancam stabilitas internal.

Tekanan ini picu retak di koalisi Netanyahu. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, ultra-ortodoks, ancam keluar jika deal tak lengkap, tapi polling tunjukkan 72% warga dukung prioritas sandera atas kehancuran total Hamas. Di utara, warga Haifa yang evakuasi sejak April tuntut akhir perang Lebanon juga, dengan spanduk “Pulang, Bukan Perang Abadi”. Media lokal seperti Haaretz laporkan, demonstrasi ini kurangi dukungan Netanyahu ke 28%, terendah sejak pemilu 2022. Opini di X (sebelumnya Twitter) banjir: ribuan post Hebrew sejak 1 September sebut ” Akhiri sekarang, selamatkan anak-anak kita”—campur emosi, dari marah ke harap. Ini tunjukkan, perang yang awalnya satukan bangsa kini jadi pemicu perpecahan, dorong pemerintah ke meja negosiasi.

Dinamika Negosiasi Terkini dan Harapan Akhir Perang

Negosiasi di Kairo, dimulai 6 Oktober 2025, jadi titik terang di tengah kegelapan. Delegasi Hamas, dipimpin Khalil al-Hayya yang baru lolos serangan Israel, komitmen “berhenti bertempur” dengan jaminan AS lindungi kepemimpinan mereka. Israel, di sisi lain, tuntut demiliterisasi Gaza permanen dan deportasi pemimpin Hamas—tapi survei IDI sebut 65% siap kompromi jika sandera pulang. Trump, dari Gedung Putih, desak “gerak cepat” via panggilan ke Netanyahu dan mediator Mesir, sebut ini “momen kebenaran” jelang ulang tahun perang.

Harapan muncul dari jaminan AS: bantuan militer lanjut jika deal capai, plus proposal rekonstruksi Gaza senilai 10 miliar dolar dari Qatar dan UE. Tapi hambatan ada—Hamas tolak “penyerahan tak bersyarat”, sementara Israel laporkan serangan Gaza bunuh 10 warga sipil Mesir saat antre bantuan 6 Oktober, picu kemarahan regional. Di Israel, 55% responden survei yakin deal bisa capai dalam sebulan, dorong optimisme hati-hati. Post di X dari mantan juru bicara Israel Eylon Levy sebut, “Pulangkan sandera, demiliterisasi Gaza”—refleksi opini mayoritas yang ingin akhir aman, bukan kemenangan mutlak. Dengan tim AS hadir di Kairo, peluang deal naik, beri nafas bagi warga Israel yang sudah muak perang.

Kesimpulan

Sentimen mayoritas Israel yang ingin perang Gaza segera berakhir bukan tanda lemah, tapi cerdas: prioritas nyawa di atas segalanya. Dari survei 66% yang tuntut henti bertempur, demonstrasi massal, hingga negosiasi Kairo yang didorong Trump, jelas masyarakat siap transisi ke perdamaian—meski dengan syarat ketat seperti demiliterisasi. Di 2025, saat ulang tahun berdarah mendekat, ini jadi kesempatan emas: Netanyahu hadapi tekanan domestik terberat, sementara dunia tunggu resolusi. Jika deal capai, Israel bisa pulih—ekonomi bangkit, sandera pulang, dan trauma sembuh. Tapi gagal, perpecahan dalam bisa lebih parah. Intinya, warga Israel bicara lantang: cukup sudah, saatnya maju.

BACA SELENGKAPNYA DI..

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *