Aturan Sound Horeg di Jawa Timur. Pada 6 Agustus 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Timur resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Bersama yang mengatur penggunaan sound horeg, sistem suara berdaya tinggi yang kerap jadi hiburan keliling di berbagai daerah. Ditandatangani oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin, aturan ini mulai berlaku 9 Agustus 2025. Langkah ini diambil setelah polemik sound horeg yang memicu pro dan kontra, termasuk keluhan kebisingan dan dampak kesehatan. SE ini bertujuan menciptakan keseimbangan antara hiburan dan ketertiban. Apa saja aturan baru ini, dan bagaimana respons masyarakat? Berikut ulasannya. BERITA LAINNYA
Apa Itu Sound Horeg?
Sound horeg adalah istilah lokal untuk pertunjukan musik jalanan menggunakan pengeras suara bertenaga besar, biasanya dipasang di kendaraan seperti truk. Populer di daerah seperti Tulungagung, Banyuwangi, dan Malang, sound horeg memainkan lagu-lagu remix dengan bass kuat, sering jadi bagian karnaval atau acara budaya. Fenomena ini dianggap sebagai hiburan rakyat yang meriah, namun juga menuai kritik karena kebisingan yang mengganggu, terutama di lingkungan sekolah, rumah sakit, atau tempat ibadah. Beberapa kasus, seperti kematian penonton di Lumajang, menambah urgensi pengaturan untuk mencegah dampak negatif.
Aturan Apa Yang Diterapkan di Jawa Timur Soal Sound Horeg?
SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, SE/1/VIII/2025, dan SE/10/VIII/2025 mengatur empat aspek utama. Pertama, batas kebisingan: sound system statis untuk kegiatan kenegaraan atau seni budaya dibatasi 120 dBA, sedangkan non-statis seperti karnaval maksimal 85 dBA. Kedua, kendaraan pengangkut sound system harus lulus uji kelayakan (KIR). Ketiga, waktu dan tempat penggunaan: pengeras suara wajib dimatikan saat melintas di dekat tempat ibadah selama peribadatan, rumah sakit, ambulans yang membawa pasien, atau saat jam belajar sekolah. Keempat, larangan penggunaan untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, atau hukum, seperti yang melibatkan minuman keras, narkotika, atau pornoaksi. Penyelenggara juga wajib mengurus izin keramaian dari kepolisian dan menandatangani surat pernyataan tanggung jawab atas potensi kerusakan atau korban.
Tanggapan Masyarakat Tentang Sound Horeg Ini
Respons masyarakat terhadap aturan ini beragam. Penggemar sound horeg, terutama di kalangan anak muda, menyambut baik karena kegiatan tetap diizinkan dengan batasan jelas, dengan komentar seperti “Asal aturannya jelas, hiburan nggak mati!”. Namun, banyak warga yang selama ini terganggu, seperti di Lumajang dan Kediri, merasa lega dengan pengaturan ketat, berharap kebisingan berkurang. Beberapa menilai aturan ini sebagai jalan tengah, meski ada kekhawatiran soal penegakan hukum, dengan ungkapan seperti “Aturan bagus, tapi polisi harus tegas!”. Keluhan lain muncul dari penyelenggara yang merasa proses perizinan terlalu rumit, tapi secara umum, masyarakat mendukung upaya menjaga ketertiban.
Kesimpulan: Aturan Sound Horeg di Jawa Timur
Aturan sound horeg di Jawa Timur yang mulai berlaku 9 Agustus 2025 menunjukkan komitmen pemerintah untuk menyeimbangkan hiburan rakyat dengan kenyamanan masyarakat. Dengan batasan kebisingan, waktu, dan perizinan, SE ini diharapkan mengurangi dampak negatif seperti gangguan kesehatan dan konflik sosial. Tanggapan masyarakat yang bercampur optimisme dan kekhawatiran menegaskan pentingnya penegakan aturan yang konsisten. Jika diterapkan dengan baik, regulasi ini bisa menjaga tradisi budaya sekaligus menciptakan Jawa Timur yang lebih harmonis dan kondusif.