5 Tersangka Kasus Bullying Siswa SMK di Cikarang. Kasus perundungan atau bullying yang menimpa siswa SMK di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, kini memasuki babak hukum serius setelah polisi menetapkan lima tersangka pada 19 September 2025. Kejadian ini terjadi pada 2 September lalu di lapangan SMKN 1 Cikarang Barat, di mana seorang siswa kelas 10 dipaksa jongkok sebelum dihajar bergiliran oleh kelompok senior. Video kebrutalan itu viral di media sosial, memicu kemarahan publik dan tuntutan keadilan dari keluarga korban. Korban mengalami patah tulang rahang yang memerlukan operasi, sementara pelaku—yang melibatkan kelompok lintas sekolah bernama “Basis” atau Barisan Siswa—segera diamankan. Polres Metro Bekasi dan Polsek Cikarang Barat telah memeriksa 11 saksi, termasuk guru bimbingan konseling dan orang tua, untuk ungkap kronologi lengkap. Kasus ini dijerat Pasal 76C jo Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara. Di tengah maraknya bullying di sekolah vokasi kawasan industri seperti Cikarang, kejadian ini jadi pengingat urgensi pencegahan, terutama alasan sepele seperti larangan berfoto dengan siswi lintas jurusan yang picu kekerasan. Kapolres Metro Bekasi menjamin proses hukum transparan, sementara Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dampingi pemulihan korban. BERITA BOLA
Siapakah Nama dari Korban Tersebut: 5 Tersangka Kasus Bullying Siswa SMK di Cikarang
Korban dalam kasus bullying ini adalah seorang siswa kelas 10 SMKN 1 Cikarang Barat berinisial AAI, berusia 16 tahun. Ia berasal dari Kampung Cibitung, Kelurahan Telagaasih, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, dan tinggal bersama ayahnya, Indra (45), seorang pekerja pabrik. AAI baru bergabung di SMK tersebut pada Juli 2025, mengambil jurusan teknik otomotif yang populer di kawasan industri Cikarang. Sebelum kejadian, ia dikenal sebagai siswa rajin dan pendiam, sering ikut kegiatan ekstrakurikuler seperti klub sepak bola sekolah. Ayahnya melaporkan kasus ini ke Polsek Cikarang Barat pada 4 September setelah melihat video viral yang diunggah teman korban. Saat itu, AAI sudah menjalani operasi patah rahang di RS Mitra Keluarga Cikarang pada 3 September, dengan biaya Rp25 juta yang ditanggung asuransi sekolah. Kondisinya kini stabil, tapi masih observasi di rumah untuk pemulihan psikis—ia mengalami trauma, sulit makan, dan menarik diri dari teman. DP3A Kabupaten Bekasi dampingi dengan konseling mingguan, sementara keluarga desak proses hukum cepat agar AAI bisa kembali sekolah tanpa rasa takut. Indra bilang, “Anak saya cuma salah foto bareng teman perempuan, tapi dibalas begini. Kami ingin keadilan penuh.”
Siapa Saja Tersangka Tersebut
Polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus ini: satu orang dewasa berusia 18 tahun berinisial A (pelajar kelas 12 SMKN 1 Cikarang Barat) dan empat anak di bawah umur (ABH) berinisial B, C, D, dan E, semuanya siswa kelas 11-12 di sekolah yang sama atau lintas sekolah. Kelima tersangka merupakan anggota kelompok “Basis” atau Barisan Siswa, yang terdiri dari puluhan remaja dari berbagai SMK di Cikarang Barat, termasuk SMKN 2 dan SMK swasta sekitar. Kelompok ini diduga punya aturan tak tertulis seperti larangan siswa baru berinteraksi lintas jurusan, yang jadi pemicu utama penganiayaan terhadap AAI. A, tersangka dewasa, diduga sebagai koordinator yang memerintahkan aksi di lapangan sekolah pukul 11.30 WIB pada 2 September—ia yang pertama memukul korban saat dipaksa jongkok. Keempat ABH ikut hajar bergiliran, dengan C dan D yang paling brutal, menyebabkan patah rahang. Semua tersangka diamankan sejak 17 September setelah pemeriksaan 11 saksi, termasuk video CCTV sekolah dan rekaman saksi mata. Satu dewasa ditahan di rutan Polres Metro Bekasi, sementara ABH dirawat di balai rehabilitasi anak sambil proses restorative justice. Motifnya sepele: AAI difoto bersama siswi kelas 11 jurusan tata busana, dianggap melanggar “kode” kelompok. Kapolsek Cikarang Barat AKP Tri Bintang Baskoro bilang, “Kami dalami jaringan Basis untuk cegah kasus serupa.”
Bagaimana Pihak Sekolah Menanggapi Hal Tersebut
Pihak SMKN 1 Cikarang Barat, di bawah Kepala Sekolah Bambang Nurcahyo, menanggapi kasus ini dengan mediasi awal pada 5 September, tapi dikritik karena terlalu defensif dan klaim kejadian “di luar pantauan sekolah.” Bambang akui bullying melibatkan kelompok Basis lintas sekolah, bukan murni internal, tapi sekolah tetap tanggung jawab—mereka libatkan guru BK untuk dampingi korban sejak laporan masuk. Respons lanjutan: sekolah gelar sosialisasi anti-bullying pada 10 September untuk 1.200 siswa, bekerja sama TNI dan Polri untuk patroli kampus. Bambang janji perkuat mental siswa kelas 10 agar berani lapor, plus audit keamanan lapangan sekolah yang jadi lokasi kejadian. Alumni sekolah yang kini anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, angkat bicara pada 18 September: “Sekolah harus tegas putus rantai Basis, jangan tutup mata.” Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi kirim tim audit, ancam sanksi jika ada kelalaian pengawasan. Guru BK sekolah dampingi AAI secara pribadi, termasuk kunjungan rumah, tapi keluarga korban desak sekolah bayar biaya operasi penuh. Secara keseluruhan, respons sekolah bergeser dari mediasi ke pencegahan, dengan komitmen kolaborasi polisi untuk identifikasi anggota Basis lain.
kesimpulan: 5 Tersangka Kasus Bullying Siswa SMK di Cikarang
Kasus bullying di SMKN 1 Cikarang Barat ini ungkap luka dalam dunia pendidikan vokasi: dari AAI yang trauma patah rahang hingga lima tersangka Basis yang picu kekerasan atas alasan sepele. Penetapan tersangka jadi langkah maju, tapi tantangan lebih besar adalah putus jaringan kelompok seperti ini lintas sekolah. Pihak sekolah, meski awalnya defensif, kini komit pencegahan—tapi butuh dukungan penuh dari orang tua, guru, dan aparat. Bagi Bekasi, ini momen refleksi: bullying bukan cuma pukulan fisik, tapi pengkhianatan kepercayaan di usia remaja. Semoga proses hukum adil, korban pulih total, dan Cikarang bebas dari Basis—agar siswa fokus belajar, bukan bertahan hidup.